Yang akan saya ceritakan saat ini adalah Gunung Gepleng yang berada di selatan desa Gancahan V Sidomulyo Godean. Lagi-lagi masyarakat desa tidak melihat ukuran besar
kecilnya Gunung, asal ada gundukan tanah yang lebih tinggi dari dataran sekitarnya,
maka masyarakat akan menyebutnya sebagai Gunung, bukan menyebutnya Gunung Cilik
(Bukit).
Kalau
kita menyusuri jalan raya sebelah barat lapangan Sawo Gancahan V menuju ke arah selatan, maka
pada jarak sekitar 300 meter dari lapangan Sawo tepatnya 100 meter di sebelah timur jalan raya ditengah persawahan warga, kita akan melihat gundukan tanah yang ditumbuhi pepohonan nan rindang. Bukit yang tingginya tidak sampai 3 meter ini dijuluki dengan Gunung Gepleng. Untuk memasuki lokasi gunung Gepleng, harus meniti pematang sawah. Bagi warga sekitar, meniti pematang sawah sama saja berjalan di tanah datar biasa, bahkan tidak hanya berjalan, disuruh berlaripun mereka akan sanggup. Namun bagi warga perkotaan, jangan coba-coba untuk berlari di pematang sawah, bukannya akan sampai di tempat tujuan, bisa-bisa akan terpeleset dan nyemplung di lumpur sawah.
Memasuki
areal gunung Gepleng, maka disekelilingnya akan terlihat pohon rindang dan semak
belukar yang cukup rapat, karena perbatasan antara gunung dan sawah, tanahnya
cukup gembur maka pohon bambu dan pisang
juga tampak terlihat subur disekeliling Gunung Gepleng. Untuk memasuki ke areal
gunung Gepleng akan lebih mudah bila melalui melalui jalan setapak yang berada
di sisi utara dan selatan. Namun bisa juga melalui melalui sisi timur dan barat
asal mau menerobos semak berduri dan pohon bambu. Di tengah gunung Gepleng ada sebuah
dataran terbuka yang cukup luas untuk mendirikan sebuah rumah. Pertanyaannya …
siapa ya yang berani tinggal sendirian di tengah-tengah sawah dan jauh dari
tetangga.
Karena
pohonnya cukup rindang, maka di siang hari gunung Gepleng banyak didatangi oleh
para petani yang akan beristirahat siang. Mereka menggelar bekal yang telah
dibawa dari rumah atau kiriman dari sang istri tercinta untuk bersantap siang.
Nyanyian burung pipit, burung gereja dan kicauan burung kutilang terdengar
seperti alunan musik klasik, menambah suasana santap siang menjadi nikmat.
Walaupun kelihatannya mereka santai dan bercengkrama menikmati santap siang,
namun mereka tetap waspada terhadap keadaan sekelilingnya, karena di gunung
Gepleng banyak dihuni oleh ular berbisa.
Karena
banyak dihuni ular berbisa, tak jarang
banyak warga datang ke gunung Gepleng untuk berburu ular dan burung, motif
mereka beraneka ragam, ada yang bertujuan untuk mencari lauk iwak ulo (daging
ular), ada pula yang mencari ular jenis tertentu untuk dijual. Tetanggaku
namanya Mas Sutar, mempunyai hobi
menangkap ular. Mulai dari ular yang tidak berbisa sampai yang berbisa dia
tangkap. Dia juga pernah menangkap seekor ular berwarna putih yang sempat dipelihara
di rumah, namun entah kenapa tak beberapa lama ular itu dilepaskan kembali ke
gunung Gepleng.
Lain
lagi ceritanya Klimuk dan Andri, di kampungku mereka dijuluki pemburu sejati. Bermodalkan
Senapan angin tanpa teleskop, mereka bisa mendapatkan beberapa ekor tupai dan
burung di gunung Gepleng ini. Mereka belajar menembak secara otodidak, namun
keahliannya dalam menembak tepat tidak kalah dibandingkan dengan petembak professional
lulusan Perbakin, ataupun tentara yang baru lulus dari pendidikan. Sorot mata
mereka sangat tajam dan dapat melihat sasaran pada jarak yang jauh. Kalau mereka sudah berburu, maka tupai dan
burung siap-siap untuk masuk ke Wajan….
Membayangkan
suasana gunung Gepleng membuatku serasa kembali ke masa kecilku, ingin rasanya
aku menginjakkan kaki disana, menikmati semilirnya angin dan kicauan burung.
Kapan ya bisa kesana lagi ????
2 komentar:
test
Masuk
Posting Komentar