Situasi
guyub rukun sudah melekat bagi warga desa, hal inilah yang masih terpelihara
hingga sekarang. Contoh nyata yang sering dilakukan oleh warga Gancahan adalah “Sambatan”.
Ketika salah seorang warga membangun rumah, maka warga sekitar akan dengan
sadar berpartisipasi bahu membahu bergotong-royong membantu sang pemilik rumah
untuk membangun rumah. Begitu juga saat ada yang meninggal dunia, suasana duka
citapun turut dirasakan oleh warga sekitar sehingga keluarga yang berduka
merasa terhibur karena banyaknya warga yang bekumpul. “Endong” istilah ini bermaksud menemani warga yang berduka. Suasana
ramai bisa berjalan sampai tujuh hari, warga juga senang karena bisa berkumpul sambil
bercengkrama, yang berdukapun akan merasa senang karena ditemani banyak
orang sehingga mau nggak mau sang pemilik rumah harus menyediakan makanan dan minuman
untuk menjamu para tamu. Namun Endong sering disalahgunakan oleh para pelayat, karena bukannya nemenin keluarga yang berduka, justru malah dimanfaatkan untuk main kartu dan berjudi. Bahkan tak segan-segan mengundang bandar Cliwik untuk buka lapak disitu.... waaah.... pelanggaran nih. Tapi itulah hiburan yang membuat mereka betah begadangan. Sebab kalau tidak ada permainan tersebut, maka suasana akan terasa garing dan mengantuk.
Selain
kegiatan yang sifatnya tradisi, kegiatan ngobrol-ngobrol juga tak kalah serunya
dilakukan oleh warga desa. Bagi warga dari orang tua sampai remaja, ngobrol sambil
nongkrong adalah sebuah ritual wajib. Pada sore hari adalah saat yang asyik
untuk nongkrong. Entah kenapa suasana pergantian cuaca dari terang menjadi
gelap sangat kondusif untuk ngobrol sehingga desa Gancahan mempunyai beberapa
tempat faforit untuk nongkrong / thethek.
Lapangan
Sawo adalah tempat terfavorit untuk nongkrong, kenapa ?? karena tempatnya luas
dan terbuka, menikmati semilir angin sepoi sepoi di senja hari, sambil
tidur-tiduran di rerumputan sangat nyaman ngobrol di lapangan Sawo. Yang bikin
ngga nyaman adalah binatang nyamuk dan mrutu (sejenis serangga kecil seperti
nyamuk) yang mengganggu asyiknya ngobrol. Entah kenapa Mrutu dan Nyamuk paling
senang berkumpul diatas kepala kami.
Prapatan Gancahan tepatnya teras depan rumahnya Agus “ Koclock ” sangat prestisius untuk
nongkrong. Tempatnya lebar dan dipinggir jalan, selain itu juga terdapat lincak
yang cukup panjang sangat nikmat untuk nongkrong di sore hari. Apalagi ibunda
Agus buka warung dirumah, sehingga tidak perlu jauh-jauh untuk membeli rokok
dan makanan. Kadang yang tidak punya malu malah kasbon di warung. Untung keluarga
Agus cukup dermawan, memberikan makanan dan minuman gratis untuk para anak
nongkrong. Ditambah lagi tape recorder hitam merk “Simba” sudah
dikeluarkan. Maka yang pingin dengerin lagu favorit bisa langsung stel kaset/radio.
Karena anak nongkrong punya aliran lagu sendiri, maka harus antri masukin
kasetnya. Agus lebih suka lagu-lagu Iwan Fals, saya suka lagu Rock / Metal,
Dempok suka lagu Pop Jadul, Pelog suka lagunya Betaria Sonata, Kenting suka
lagu dangdut dll. Sehingga anak nongkrong jadi saling suka lagu-lagu berbagai
aliran. Yang paling royal adalah Dempok, pernah suatu hari datang membawa buah
durian sekeranjang. Sontak kami senang karena ada acara pesta durian, lumayan ….
Kapan lagi bisa makan durian gratis. Tapi seminggu kemudian bapaknya Dempok
datang kesitu untuk mencari sepeda yang sudah seminggu tidak pulang ke rumah. Setelah
di interogasi, akhirnya Dempok ngaku kalau sepeda itu sudah di jual dan uangnya
sudah dibelikan buah durian. Jiaah.. ternyata durian rasa Sedel…. Jiampuut….
Rumahnya
Pak Ri… juga menjadi tempat tongkrongan bagi para senior. Rumah yang tidak
terlalu luas ini sangat nyaman untuk ngumpul. Lokasinya 200 meter ke selatan
dari prapatan Gancahan. Memang tidak pas di pinggir jalan, tempatnya teduh dan
terlindung pepohonan yang rindang. Nah para senior lebih senang nongkrong
disini, lebih sepi dan tidak berisik seperti di Prapatan. Para yunior kurang
cocok nongkrong disini, karena yang diobrolkan kurang asyik untuk disimak,
istilahnya obrolan tingkat tinggi lah…
Selain
di Prapatan dan di Rumah Pak Ri, ada
satu tempat lagi yang sering digunakan untuk nongkrong, yakni Kuburan “Suruh“ . Nah… yang satu ini tempat favorit untuk
Uka-Uka…. Tak banyak yang berminat untuk nongkrong disini, tempatnya lumayan
angker. Hanya orang-orang tertentu saja yang suka nongkrong disini, terutama
yang menggandrungi togel. Sampai sekarang saya masih belum tau tehnik dan
caranya meminta nomor kepada penghuni makam. Mosok tanya pada setan..... kalau mau uang ya.... kudu Kerja dong.... ya nggak ?????
0 komentar:
Posting Komentar