Bulan Puasa telah tiba….. inilah
saat yang telah ditunggu-tunggu karena di bulan puasa ada satu tradisi yang
sebenarnya dilarang pemerintah namun dilegalkan oleh budaya setempat… Apa itu
??? Tradisi menyalakan petasan dan Meriam yang terbuat dari bambu alias “
Mercon Bumbung “.
Berbekal
sebuah gergaji dan Arit, saya bersama temen-temen antara lain ; Pomo, JP,
Mbendhul, Primbon, Sugeng dan Mas Opik bergerak menuju ke kebun bambu atau
disebut “ Dapuran Pring “ untuk mencari pohon bambu yang akan kami jadikan
Meriam. Lokasi Pohon bambu berada di belakang kuburan di tengah kampung
Gancahan. Lalu kami mulai memilih bahan Meriam berupa pohon yang sudah tua dan
ukurannya agak besar. Ada beberapa jenis bambu yang bisa dijadikan Meriam,
diantaranya Bambu Apus dan Bambu Petung. Untuk mendapatkan suara Meriam yang
menggelegar maka kami memilih jenis Bambu Petung yang ukurannya paling besar.
Bambu
Petung mulai kami pilih dan amati dari bawah ke atas, dilihat ujung pohonnya miring kemana, hal ini dilakukan untuk
mengetahui arah robohnya bambu. Dan kami harus mulai memotong di kebalikan dari
arah robohnya bambu, sebab kalau kami tidak hati-hati bisa jadi kami ketimpa
robohannya. Lalu kami mulai memotong bagian bawah / bongkot pohon bambu dengan
gergaji. Srek …Gong... Srek… Gong ..
Srek.. kira-kira begitulah bunyi suara gergaji memotong bambu, sesekali kami
melihat ke atas memperhatikan goyangnya pohon, ketika pohon bambu sudah mulai
habis terpotong maka pohon mulai roboh dan kami harus mempercepat menggergaji
pohon sampai putus. Dan….. Gusraaaaggg… Gedebum… pohon bambu roboh ke samping.
Setelah
pohon itu roboh, maka dipotong lagi mulai dari ujung bawah ke atas sampai
panjangnya kira-kira 1,5 meter. Kemudian kami mulai memasukkan tongkat /
linggis dari ujung bagian atas untuk melubangi ruas batang bambu. Tidak semua
ruas kami lubangi, harus disisakan ruas paling akhir untuk menampung minyak
tanah sebagai pemicu ledakan. Diatas ruas yang paling bawah kami buat
lubang ukuran 2 cm persegi yang berfungsi untuk memasukkan minyak tanah dan
menyalakan Meriam.
Meriam
Bambu sudah jadi, lalu beramai-ramai kami gotong meriam tersebut menuju kebun
dibelakang rumah kami. Kebun milik Mbah Wiro memang cukup luas, disana terdapat
pepohonan yang cukup rindang sehingga menjadi tempat yang strategis untuk
bermain. Sampai dikebun Mbah Wiro, rupanya diujung utara sudah ada serombongan
teman kami yang sudah mulai memasang Meriam. Mereka adalah Margono, Gunadi,
Supri dan mereka inilah yang akan
menjadi rival kami dalam bermain Meriam. Segera kami menuju sisi selatan
Kebun dan mencari tempat yang nyaman di bawah pohon kelapa.
Moncong
Meriam kami ganjal dengan batu lalu diarahkan ke utara persis mengarah ke kubu
pertahanan musuh. Supri menyobek daun Pisang untuk membuat corong agar mudah
memasukkan minyak, Mbendul kebagian mengisi Amunisi berupa minyak tanah yang
diambil dari dapur rumahnya. Amunisi
mulai diisi kira-kira setengah liter. Tak lupa kami menyalakan lampu Teplok
yang sudah dibuka kacanya untuk menyalakan Meriam.
Meriam
Bambu tidak bisa langsung berbunyi dengan keras, karena harus dipanasi terlebih
dahulu, caranya adalah dengan memasukkan api kedalam lubang pengisian yang
sudah dibuat sebelumnya lalu membuang asap dengan meniup lubang kecil tersebut.
Dibutuhkan waktu kira-kira 10 menit untuk memanaskan Minyak dan Meriam agar
bisa meledak. Setelah mulai panas, dan ketika api dimasukkan
ke dalam lubang, maka akan terdengan bunyi menggelegar. Saat itulah kami mulai bersorak-sorak dan
loncat-loncat kegirangan.
BUUM…….
Begitulah bunyi Mercon Bumbung yang sudah panas…. Lalu kubu Musuh tak kalah
hebatnya membalas serangan kami. Bunyi Meriam Bambu bersaut-sautan membuat
acara perang makin seru. Nampaknya bambu yang digunakan oleh kubu musuh lebih
besar dari bambu yang kami pakai. Pomo
punya ide .. Bagaimana kalau kita balas serangan musuh dengan amunisi karbit.
Tanpa pikir panjang dan tanpa di aba-aba, kami semua langsung mengangguk. Gotek
yang saat itu baru datang langsung saya suruh untuk minta karbit ke bengkel Las
pak Barmin. Tak lama kemudia Gotek datang membawa plastik berisi bongkahan
Karbit.
Munisi
minyak tanah kami ganti dengan munisi Karbit. Minyak tanah dikeluarkan lalu
diganti dengan air, bongkahan karbit mulai dimasukkan ke dalam lubang pengisian
dan ditutup rapat dengan daun. Giliran pomo mengambil bilah bambu yang agak
panjang untuk menyalakan Meriam bermunisi Karbit. Kami mulai menutup telinga
dengan kedua tangan…. Dan BUUUUUUMMMM…… bunyi meriam terdengar keras sekali…..kami
semua melompat kegirangan sambil teriak MERDEKAAA…… sementara di ujung sana
kubu musuh mulai membubarkan diri dan menyerah kalah……. Sungguh serunya acara
perang Mercon Bumbung sore itu.