BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

07 Agustus 2012

Mercon Bumbung


Bulan Puasa telah tiba….. inilah saat yang telah ditunggu-tunggu karena di bulan puasa ada satu tradisi yang sebenarnya dilarang pemerintah namun dilegalkan oleh budaya setempat… Apa itu ??? Tradisi menyalakan petasan dan Meriam yang terbuat dari bambu alias “ Mercon Bumbung “.
                Berbekal sebuah gergaji dan Arit, saya bersama temen-temen antara lain ; Pomo, JP, Mbendhul, Primbon, Sugeng dan Mas Opik bergerak menuju ke kebun bambu atau disebut “ Dapuran Pring “ untuk mencari pohon bambu yang akan kami jadikan Meriam. Lokasi Pohon bambu berada di belakang kuburan di tengah kampung Gancahan. Lalu kami mulai memilih bahan Meriam berupa pohon yang sudah tua dan ukurannya agak besar. Ada beberapa jenis bambu yang bisa dijadikan Meriam, diantaranya Bambu Apus dan Bambu Petung. Untuk mendapatkan suara Meriam yang menggelegar maka kami memilih jenis Bambu Petung yang ukurannya paling besar.
                Bambu Petung mulai kami pilih dan amati dari bawah ke atas,  dilihat ujung pohonnya  miring kemana, hal ini dilakukan untuk mengetahui arah robohnya bambu. Dan kami harus mulai memotong di kebalikan dari arah robohnya bambu, sebab kalau kami tidak hati-hati bisa jadi kami ketimpa robohannya. Lalu kami mulai memotong bagian bawah / bongkot pohon bambu dengan gergaji. Srek …Gong... Srek…  Gong .. Srek.. kira-kira begitulah bunyi suara gergaji memotong bambu, sesekali kami melihat ke atas memperhatikan goyangnya pohon, ketika pohon bambu sudah mulai habis terpotong maka pohon mulai roboh dan kami harus mempercepat menggergaji pohon sampai putus. Dan….. Gusraaaaggg… Gedebum… pohon bambu roboh ke samping.
                Setelah pohon itu roboh, maka dipotong lagi mulai dari ujung bawah ke atas sampai panjangnya kira-kira 1,5 meter. Kemudian kami mulai memasukkan tongkat / linggis dari ujung bagian atas untuk melubangi ruas batang bambu. Tidak semua ruas kami lubangi, harus disisakan ruas paling akhir untuk menampung minyak tanah sebagai  pemicu ledakan.  Diatas ruas yang paling bawah kami buat lubang ukuran 2 cm persegi yang berfungsi untuk memasukkan minyak tanah dan menyalakan Meriam.
                Meriam Bambu sudah jadi, lalu beramai-ramai kami gotong meriam tersebut menuju kebun dibelakang rumah kami. Kebun milik Mbah Wiro memang cukup luas, disana terdapat pepohonan yang cukup rindang sehingga menjadi tempat yang strategis untuk bermain. Sampai dikebun Mbah Wiro, rupanya diujung utara sudah ada serombongan teman kami yang sudah mulai memasang Meriam. Mereka adalah Margono, Gunadi, Supri dan mereka inilah yang akan  menjadi rival kami dalam bermain Meriam. Segera kami menuju sisi selatan Kebun dan mencari tempat yang nyaman di bawah pohon kelapa.
                Moncong Meriam kami ganjal dengan batu lalu diarahkan ke utara persis mengarah ke kubu pertahanan musuh. Supri menyobek daun Pisang untuk membuat corong agar mudah memasukkan minyak, Mbendul kebagian mengisi Amunisi berupa minyak tanah yang diambil dari dapur rumahnya.  Amunisi mulai diisi kira-kira setengah liter. Tak lupa kami menyalakan lampu Teplok yang sudah dibuka kacanya untuk menyalakan Meriam.


               
         Meriam Bambu tidak bisa langsung berbunyi dengan keras, karena harus dipanasi terlebih dahulu, caranya adalah dengan memasukkan api kedalam lubang pengisian yang sudah dibuat sebelumnya lalu membuang asap dengan meniup lubang kecil tersebut. Dibutuhkan waktu kira-kira 10 menit untuk memanaskan Minyak dan Meriam agar bisa meledak.   Setelah mulai panas, dan ketika api dimasukkan ke dalam lubang, maka akan terdengan bunyi menggelegar.  Saat itulah kami mulai bersorak-sorak dan loncat-loncat kegirangan.

                BUUM……. Begitulah bunyi Mercon Bumbung yang sudah panas…. Lalu kubu Musuh tak kalah hebatnya membalas serangan kami. Bunyi Meriam Bambu bersaut-sautan membuat acara perang makin seru. Nampaknya bambu yang digunakan oleh kubu musuh lebih besar dari bambu yang kami pakai.  Pomo punya ide .. Bagaimana kalau kita balas serangan musuh dengan amunisi karbit. Tanpa pikir panjang dan tanpa di aba-aba, kami semua langsung mengangguk. Gotek yang saat itu baru datang langsung saya suruh untuk minta karbit ke bengkel Las pak Barmin. Tak lama kemudia Gotek datang membawa plastik berisi bongkahan Karbit.
                Munisi minyak tanah kami ganti dengan munisi Karbit. Minyak tanah dikeluarkan lalu diganti dengan air, bongkahan karbit mulai dimasukkan ke dalam lubang pengisian dan ditutup rapat dengan daun. Giliran pomo mengambil bilah bambu yang agak panjang untuk menyalakan Meriam bermunisi Karbit. Kami mulai menutup telinga dengan kedua tangan…. Dan BUUUUUUMMMM…… bunyi meriam terdengar keras sekali…..kami semua melompat kegirangan sambil teriak MERDEKAAA…… sementara di ujung sana kubu musuh mulai membubarkan diri dan menyerah kalah……. Sungguh serunya acara perang Mercon Bumbung sore itu.

Gunung Gede


Dari lokasi gunung Gepleng Gancahan, kita bergerak kearah selatan, maka pada jarak sekitar 350 meter disamping kanan jalan, kita akan menjumpai lagi sebuah gunung. Gunung yang satu ini memiliki tinggi sekitar 10 meter dari permukaan tanah. Karena ukurannya lebih besar dari gunung sebelumnya maka gunung ini dinamai Gunung Gede ( kaleee ). Tapi bener lho… warga sekitar menamainya dengan gunung Gede… sumprit deh.

Wajah gunung Gede Desember 2009 masih sangat rindang
Pintu masuk gunung Gede Desember 2009 saat saya touring Wisata Jakarta - Jogja

Meskipun dipuncak gunung Gede berupa dataran, namun bentuk gunung Gede lebih mengkerucut beda sekali dengan tampilan gunung gepleng yang cenderung datar. Pada tepian dasar gunung dan lerengnya juga ditumbuhi pepohonan yang tidak selebat gunung gepleng.  Dilereng sebelah timur yang berdekatan dengan jalan raya terdapat sepasang buk yang sekaligus berfungsi sebagai pintu gerbang menuju kaki gunung Gede.
Untuk menaiki puncak gunung Gede tidaklah terlalu sulit, kita bisa menaiki anak tangga yang berada di belakang buk tersebut. Anak tangga berupa undakan dari batu dan semen yang sengaja dibuat oleh pemilik maupun ahli waris tanah di lokasi gunung Gede. Undakan tersebut dibuat dengan ketinggian sekitar 30 cm tiap anak tangganya, sehingga tidak memerlukan energi extra untuk meniti anak tangga tersebut.
Di puncaknya terdapat dataran yang cukup luas dan ditumbuhi pepohonan. Ada pohon cemara, wojo, beringin dan rerumputan. Dan yang lebih unik lagi adalah, dipuncak sebelah barat terdapat makam keluarga. Makam tersebut diberi nisan dan dikelilingi tembok permanen. Entah siapa gerangan jasad yang dimakamkan di dalam pusara tersebut, yang jelas keberadaan makam tersebut sudah cukup lama. Meskipun terdapat makam tua, namun gunung Gede tidak mengeluarkan aura mistis sedikitpun (terutama pada siang hari….. nenek-nenek juga tau….hehehe ).
Berdiri di puncak gunung Gede sambil menikmati panorama persawahan nan indah disekeliling gunung dapat menciptakan suasana rilex, apalagi ketika angin bertiup kencang maka akan terdengar suara angin menerpa daun cemara mengeluarkan suara yang sangat merdu terdengar di telinga……hingga menciptakan rasa nyamanan dalam hati. Karena suasana inilah maka tak jarang gunung Gede menjadi tempat tujuan banyak orang. Mulai dari serombongan anak sekolah dengan kegiatan pramukanya, rombongan keluarga yang sekedar mencari udara segar sambil menggelar tikar untuk pindah makan siang, atau anak-anak sekolah minggu yang ingin merasakan suasana khotbah di bukit, bahkan sepasang muda mudi yang sedang dimabuk cinta sering memadu kasih di puncak gunung Gede. Hal ini sangat wajar terjadi di gunung Gede, mengingat suasana puncak gunung Gede mampu membius hati dan pikiran para pengunjung untuk berlama-lama berada disitu.


 Gunung Gede kini sudah gersang


 Meski tidak serindang dulu, Gunung Gede tetap asri untuk dikunjungi

Dulu sewaktu masih tinggal di Gancahan, saya sering main di gunung Gede bersama teman-teman sebaya. Biasanya kami ke puncak gunung Gede untuk main sambil tidur-tiduran di puncaknya. Pernah suatu hari kami tiduran diatas dari siang hingga menjelang sore hari, ketika bangun kami geragapan dan bergegas pulang karena takut dimarahi orang tua.
Lebih nyleneh lagi adalah hal yang dilakukan oleh salah satu temenku yang bernama Gotek…  dengan berbekal ilmu tenaga dalam yang didapatnya secara instant, dia mencari batu akik di gunung gede. Setelah bermeditasi bak seorang pendekar, mulutnya komat kamit membaca mantra yang tidak jelas kalimatnya. Setelah itu dia berdiri dan mulai bergerak-gerak seperti mengeluarkan jurus silat. Entah jurus apa yang dia keluarkan soalnya setauku Gotek tidak pernah belajar pencak silat. Mungkin dia mendapatkan jurus itu dari gurunya atau mungkin juga terinspirasi Brahma Kumbara yang setiap hari disiarkan di Radio Nasional. Entah berapa jurus yang sudah dia keluarkan yang jelas badannya sudah berkeringat sebesar biji jagung dan raut mukanya memerah. Saya melihatnya antara ketawa dan serius karena jurusnya sangat aneh dan tidak ada seninya sama sekali. Tetap saja Gotek mengulang-ulang gerakannya, diakhir jurusnya dia mengarahkan tangannya pada pohon beringin lalu menarik tangannya seperti sedang menarik sesuatu  lalu….. tiba-tiba Gotek mundur beberapa langkah dan Gedubraggg… jatuh terpental kebelakang dan guling-gulingan di tanah. Beberapa saat setelah itu dia mulai berdiri sambil menggerutu “ Sialan akiknya dijaga kakek sakti, aku ga kuat menariknya “….. Jiaaah umpatku..…. serius loe ??? Itu tadi bener-bener terpental apa acting tanyaku ??? Dengan wajah serius Gotek menjawab “ Tenin… aku tadi diserang sama Kakek Sakti penunggu pusaka “….. Yaudah yang waras ngalah ( batinku )…. Kalau mengingat peristiwa itu … rasanya saya jadi ketawa sendiri… Ngapain capek-capek cari batu akik yang ga jelas keberadaannya di gunung Gede… Mendingan pas pasaran PON kita ke pasar Godean, ga usah bawa kembang ataupun menyan… cukup bawa uang “goceng” ke tempat penjual akik… Pilih sendiri, mau yang warna warni juga ada…. Dasar Gotek … ngapusiiiii……!!!!


Bakule Akik pasar Godean